Kegelapan kaubuat dengan keraguan, kau yang menyalakan sumbunya, tentang keputusan saja, kau serapuh itu. Manusia macam apa kau itu? Melihat aib orang lain lihai, aib sendiri kau buta. Sesal itu menari di kepalakau, kantuk pun takut tuk datangi matakau. Bingung pun mengelilingikau, lawankau itu bahaya. Siapa yang mau menemanikau kalau begini terus sikapkau? Mengusir kekurangan diri, melemparkannya ke orang lain. Tahu begini, lebih baik lambat asal tepat, dari pada cepat, tapi sesat. Kini terpenjara di dalam jerujikau sendiri. Cls, Sen, 080724, 00:10, halub© #ketakutan #kegelapan #ulahsendiri Dirikau Sebenarnya Ketika Dihadapkan Tekanan Terdahsyat Buah diperas tetap buah. Manusia tidak begitu, Bisa berubah sesuai yang tekanan inginkan, Bisa juga lari tak kembali lagi. Pilihan dan tingkat ketakutan pasti berbeda, Satu dengan yang lain. Yang jadi jauh lebih gila setelah tekanan dahsyat, banyak. Yang mengambil jalan yang tak pernah terprediksi, pun ada.
"Serang aja! Ngapain merasa bersalah!? Merekalah yang bersalah! Lihat aja! Ngapain berdiam diri di tempat yang sama!? Udah tahu kerjaan kita nyerang! Lagian juga kenapa enggak memberikan perlawanan!? "Takut!? Kalau takut udah DIAM! Enggak usah banyak bacot! Ngebacot boleh, tapi di depan sini!" Nyamuk hitam itu makin menggila, bersama rombongannya menyerang tanpa memberikan ampun. Terus terjang, terus hajar apa yang di depan, selagi berada di depan dan jumud, berarti itulah mangsanya. Para sesepuh pun bangga dengan tekad penyerangan, itulah keyakinan yang membuat para nyamuk hitam seolah tak pantang mundur, meski siang atau hujan sekali pun. Sekali "penyerangan" sudah menjadi semboyan, maka diam dan menunggu langit hujan emas bukanlah kurikulum mereka. Tak akan ada hari bagi mereka yang diam menunggu hujan emas. Nyamuk hitam itu pun beristirahat, karena mereka tahu hidup ini bukan hanya menyerang saja, tapi juga diam sejenak seraya memikirkan lan