Pengagungan digemakan, kerak tak bisa dibersihkan sesempurna mungkin, masih aja ada sisanya walau sedikit dari kotoran masa lalu dan rasa rasa lainnya. Mungkin paling nyaman mengkondisikan dirilah yang harus lebih utama diperhitungkan, jangan kritisi pihak lain dulu.
Kapal yang kuat akan tetap maju meski kerusakan yang diterima hampir menenggelamkannya, asupan itu rasa sakit, pengkhianatan, diskriminasi dan semacamnya. Tetaplah memaafkan meski sakit, kita ini manusia bukan Pencipta alam semesta.
Anggaplah penyegeraan siksaan yang terasa seperti tak berujung sebagai penghapusan untuk melangkah ke depan agar bisa lebih memaafkan dan tetap terus memaafkan seberat atau se-sesak apa pun hati menghadapinya.
Buah dari kelalaian inilah yang menjadikan rasa sesal itu seolah menyatu dengan jiwa dan raga. Jadikan rasa sakit itu sebagai bahan bakar perubahan untuk lebih baik lagi dalam banyak hal, terutama bersikap ketika tak ada seorang pun di sisi.
Pengagungan itu digemakan di hari raya tahun 1443 Hijriyah atau 2022 Masehi. Sebanyak apa pun materi yang diperoleh jika keluarga tak di sisi, materi itu pun seakan memaksamatikan rasa yang seharusnya ada. Tak apa nikmatilah.
Hanya karena tidak tahu kalau kelalaian ini sebenarnya bukan hanya berperan sebagai siksaan tapi ... Juga sebagai media perbandingan dari saudara-saudari yang tak sempat punya keluarga di dunia.
Comments
Post a Comment