Review Drama Teater Koma Dengan Judul “Calon” Karya N.Riantiarno
Seni pertunjukan yang berjudul “Calon” karya N.Riantiarno menggunakan pendekatan sosiologi. Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hidup bersama dalam masyarakat, dan menyelidiki ikatan-ikatan antara manusia yang menguasai kehidupan itu. Namun, menurut Soerjono Soekarno mengartikan sosiologi sebagai suatu ilmu pengetahuan yang membatasi diri terhadap persoalan penilaian. Sosiologi tidak menetapkan ke arah mana sesuatu seharusnya berkembang dalam arti memberi petunjuk-petunjuk yang menyangkut kebijaksanaan kemasyarakatan dari proses kehidupan bersama tersebut. Jadi kesimpulannya arti dari pendekatan sosiologi tersebut adalah suatu landasan kajian sebuah studi atau penelitian untuk mempelajari hidup bersama dalam masyarakat.
Dalam drama teater koma yang berjudul “Calon” karya N.Riantiarno dan disutradai oleh Rangga Riantiarno. Teater ini menceritakan tentang dua insan yang kurang beruntung dalam percintaan lalu dipertemukan. Teater ini hadir kembali , mementaskan lakon-lakon pendek, dipentaskan dan direkam di sanggar Teater Koma. Kali ini sebagai bagian dari #festival44, yaitu perayaan 44 tahun usia Teater Koma. Pertunjukan drama teater ini bercerita tentang om dan keponakannya yang bernama Ishada Laksuka. Om nya yang bernama Isdu sangat perhatian dan menyayangi keponakannya yang sudah berumur 40 tahun namun belum juga menikah. Namun keponakannya merasa kesal dan kecewa karena hubungan percintaannya dengan seorang wanita yang bernama Nisa telah mengkhianatinya dan lebih memilih lelaki lain yang lebih mapan daripada Ishada.
Dikarenakan pada saat itu Ishada belum sukses seperti sekarang ini yang bekerja di kementrian. Di adegan berikutnya ada sosok dua wanita yang sedang duduk dan berdiri yaitu Mawar yang nasibnya hampir sama seperti Ishada yang tidak beruntung dalam hubungan percintaan dengan beberapa laki-laki yang pernah singgah di hidupnya. Ia merasa kecewa dan lelah untuk memulai sebuah hubungan baru dengan laki-laki yang ditawarkan oleh Mamanya. Di sini Mamanya Mawar adalah mantan pacar dari Om Isdu mereka masih menjalin hubungan yang baik dengan cara menjodohkan salah satu anak dan keponokannya yaitu Ishada dan Mawar. Namun, Mawar masih belum yakin dengan tawaran Mamanya akan kepribadian Ishada yang sekarang ini telah mapan. Mawar menceritakan bagaimana ia telah dikecewakan oleh dua laki-laki yang pernah menjalin hubungan dengannya. Yang pertama ia adalah lelaki yang berusia muda namun pengangguran sudah jelas Mawar tidak suka dengan laki-laki yang tidak bekerja. Lalu laki-laki yang kedua ia dikenalkan dengan laki-laki yang lebih tua dan telah memiliki istri awalnya ia tak mengaku kepada Mawar. Namun Mawar sangat teliti dan menyelidiki lelaki tersebut ternyata Mawar ingin dijadikan perempuan yang ketiga, poligami. Jelas Mawar menolak untuk dipoligami.
Mamanya Mawar sangat cemas dengan usia Mawar yang sudah menginjak kepala tiga yaitu lebih tepatnya 37 tahun. Ia sangat berharap anaknya dapat menikah dengan laki-laki yang akan dijodohkan oleh mantan pacarnya itu. Di dalam adegan ini terlihat percakapan antara anak dan ibu yang sangat intensif. Mama Mardia terus meyakinkan putrinya agar mau bertemu dengan Ishada Laksuka yang telah menjalin hubungan selama 3 tahun dan kandas di tengah jalan.
Lalu di adegan ketiga akhirnya Mawar dan Ishada dipertemukan di sebuah Restoran. Di sisi meja lain Mardia dan Isdu sangat senang dan bercakap-cakap tentang masa lalu mereka yang penuh kenangan dan saling menceritakan keluarga masing-masing juga mereka merasa tugas mereka adalah memasangkan Mawar dan Ishada seperti halnya orangtua mereka dulu. Sedangkan Mawar dan Ishada terlihat sangat kaku dengan pertemuan tersebut. Di sini mereka terlihat lucu dan kikuk. Ishada terlihat rapih dengan balutan jas abu-abu dan model rambut yang terlihat klimis.
Ishada memberanikan diri memulai percakapan kecil dengan Mawar. Basa-basi seputar minuman yang terhidang di meja restoran. Hingga menawarkan berbagai menu makanan kepada Mawar. Lalu Mawar mengatakan ingin lontong cap gomeh dan ternyata menunya sama dengan keinginan Ishada. Dan menurut saya ini adegan terlucu juga saat pelayan mengatakan ingin minum apa. Mawar dan Ishada serentak mengatakan “Teh Hangat” lalu saling bertatapan “lho, kok sama?”. Mereka jadi memiliki kesamaan dalam menu makanan dan minuman. Setelah itu Ishada bercerita tentang masa lalunya dengan perempuan yang pernah menjalin hubungan dengannya. Di sini mereka saling menceritakan masa lalu hubungan percintaan dengan rasa kecewa. Terlihat Ishada seakan meremehkan perempun terlebih kepada Mawar karena Ishada baru pertama kali mengalami kekecewaan karena perselingkuhan. Mawar tidak terima dengan asumsi Ishada yang menyatakan bahwa perempuan semuanya sama setelah melihat laki-laki yang lebih mapan ia akan memilih laki-laki mapan yang baru dikenal. Di adegan terakhir ini aku menyukai gagasan Mawar yang menyatakan bahwa ia tidak seperti perempuan yang Ishada ceritakan. Karena Mawar sendiri adalah perempuan yang mandiri, berpendidikan dan mapan. Setelah perdebatan yang mengandung emosi kekesalan dan kekecewaan Ishada, Om Isdu menutup adegan tersebut dengan mengatakan “ Dulu ada pengarang naskah drama menyebutkan, pasti akan ada perkelahian, perkelahian itu pasti akan segera mereda lalu ada ketenangan lalu ada perdamaian lalu saling kecocokkan”.
Benar sekali apa yang dikatakan Om Isdu dalam sebuah hubungan pasti ada pertengkaran kecil disitulah bagaimana kita bisa mengenal pasangan atau calon kita secara perlahan. Drama singkat ini banyak pelajaran yang bisa diambil oleh kita khususnya bagaimana hubungan sosiologi pemain dalam menjalin sebuah hubungan dan ingin berkomitmen untuk menjadi lebih baik dan menemukan calon/pasangan yang cocok dan baik itu adalah perkara penting dalam memilih calon pendamping hidup.
Tangerang Selatan, 07 Mei 2021
Nasibah Sholihah
Mahasiswa Sastra Indonesia
Universitas Pamulang
Comments
Post a Comment