Haluan dengan segala macamnya, pengaruh orang-orang yang sebenarnya tidak wajib diikuti, hanya karena menurutnya benar, lagi-lagi dengan alasan kalau begini nyaman lho, dan dengan segudang "kalau begini dan begitu" yang tak pernah bertepi.
Dimulai dari; teman terdekat yang seakan memikat tapi itu semua hanya gelagat yang membuat sakit, keluarga, tetangga, semua seperti kumpulan dusta yang penuh sengsara. Hanya sedikit yang tanpa dusta.
Didepan memang seakan mendukung penuh, nyatanya hanya kumpulan drama yang tiada lawannya. Tak mengapa, memang dunia begini adanya.
"Tidak kok, kamu tidak salah." Hanya kata-kata pendingin dari sekian banyak udara panas yang memang tak bisa lagi dibendung, hanya saja dia mengira dinginnya tidak pura-pura dan tidak kentara, padahal semua sudah terbaca sedari awal.
"Jakarta panas, mending disini. Kalau di Jakarta pake AC sih ga ada masalah. Disini aja keringetan." Akhirnya sedikit tapi pasti, pelan-pelan, satu persatu mulai muncul ke permukaan.
"Setelah perjalanan ini, aku jadi sadar, kuliah lalu sarjana dapat gelar Spd, setor hafalan 30 Juz selesai. Tapi itu semua berasa sia-sia, apalagi kalau ngajar, misal bayaran sedikit, ujung-ujungnya jadi tidak ikhlash, ya kalau jadi Guru harus punya sampingan lain, supaya tidak bergantung penuh dengan gaji guru. Mending jadi Pembisnis, banyak aspek kebaikan yang bisa disentuh, ke pesantren bisa nyumbang, walau tidak langsung turun ngajar."
Perkataan demi perkataan trus dihujamkan oleh Pembisnis muda yang telah setor hafalan Qur'an 30juz, baginya hanya sedikit saja yang bisa diraih bila tanpa "Uang Yang Banyak"
Yah begitulah manusia dia akan berubah seiring tempat dan orang-orang sekitar mewarnai serta trus memberikan improvivasi.
"Orang yang biasa bergelut dengan masalah tidak akan kagetan bawaannya tenang."
Memang lebih asik menganggap diri lebih dari orang lain, lebih dan lebih. Seperti perkataan "tuh dia kerja di saya, jadi banyak duitnya, sehari 100 ribu ada lah," padahal di belakang dibilang-bilang "itu dia orangnya engga jalan otaknya, hanya otot saja yang dipake," ditinggikan dan direndahkan di depan orang yang sama, kenapa ? Ya hanya mengira orang yang sama tidak mendengar dan tidak mengerti apa yang dibicarakan.
Dulu juga pernah ada perkataan "Aku harus punya waktuku untuk mengulang hafalan yang pernah ku setorkan itu," ketika waktu bergulir, semua hanya rangkaian perkataan yang dilupakan.
Tidak, benar-benar tidak ada yang salah, hanya semua merasa paling, merasa lebih yang sangat menekuk perinsip "Agar dirimu bisa menjadi diri sendiri" di hidup ini banyak sekali arus, setiap arus punya daya mengajak yang kuat, tanpa memikirkan "Memang bisa meniru rizki orang lain?" Bukankah takaran rizki tiap orang sangat berbeda, meski arus itu merasa bisa membawa orang yang dianggapnya tidak punya tujuan, benarkah ajakan itu? Atau hanya ingin menyakiti saja tanpa benar-benar mengajak dengan jujur.
"Kapan pulangnya?" Tanya seorang Ibu dari anak perempuannya yang sedang kedatangan suaminya, kebetulan sudah lama pula ia menginap di rumah mertuanya sekitar 10 harian.
"Besok pagi, rencananya" kata si anak perempuan itu.
"Oh... Alhamdulillah." Ucap si ibu dengan nada gembira yang luar biasa.
Mereka kira, obrolan mereka tidak didengar oleh mantu sekaligus suami dari anak perempuannya, nyatanya semua terdengar jelas, apalagi suara mereka sangat keras dan jelas ketika berbicara.
Tidak mudah untuk menjadi diri sendiri dan tidak goyah dengan arus, bahkan ombak sekitar, bahkan tiap arus memaksa "malu" muncul di hati begitu saja, ada juga yang menjadikan si pendengar menjadi benar-benar merasa bersalah, tak berdaya, tak berguna, seperti sampah yang terhempaskan.
_____________________
hlb© journal
Brebes Senin-24 mei-2021.
Dunia tipu-tipu
Comments
Post a Comment