Seperti biasa Angga selalu menyempatkan waktunya untuk main ps di hari minggu. Meski terkadang ada saja beberapa kendala yang menghalangi rutinitas pekanannya itu, mulai dari Ibu yang menyuruh belanja dari pagi hingga siang hari. Sampai-sampai seorang Kakak yang ada aja perintah yang pasti di lontarkan dari mulut manjanya, dengan dalih perempuan harus dihormati dan dimuliakan.
"Anggaaaaaa..." Teriak kakaknya Runis. "Tolong belikan kakak kuota yang 50 GB Voucher 3 , Es Podeng 3, Martabak kacang 1, Martabak telur 1, Bakso Rinjani 1, terakhir Air kelapa muda 3 (airnya aja)." Haha kakaknya tertawa puas, seakan penyiksaan telah selesai di hantamkan pada adiknya semata wayang.
"Kak, Apa aja tadi, biar Aku catet dulu ya. Kakak tolong sebutin sekali lagi, pelan-pelan." Angga berusaha tenang menanggapi gelagat Kakak perempuannya yang suka semena-mena itu.
"Oke adekku, Angga, simak baik-baik ya, nih kakak sebutin pelan-pelan ya."
"kuota yang 50 GB Voucher tri, Es Podeng 3, Martabak kacang 1, Martabak telur 1, Bakso Rinjani 1, terakhir Air kelapa muda 3 (airnya aja), jadi semua total pesanan Kakak ada 10 Item ya. Yang ada 3; Es Podeng dan Air Kelapa Muda, yang ada 2 ; Martabak. Hati-hati di jalan ya dek, jangan pusing, haha." Tawa pun kembali lagi terdengar dari Runis.
"Angga berangkat ya kak."
Angga berusaha tetap tenang dalam menanggapi kelakuan Kakaknya, sebenarnya dia kesal tapi dia menekan kesal itu agar tetap tenang dan bersabar menanggapi permintaannya.
Angga membelikan satu persatu permintaan Kakaknya,
Hingga di permintaan terakhir Air Kelapa Muda, ketika sampai di pedagang Air Kelapa Muda, "hai Angga... Wah sehat kamu ya, sudah besar ya, lama tak kelihatan, gimana Kakak Runis sehat-sehat aja kan ?"
"Oh Bang Idnam Salam ya?"
"Iya lah, masa kamu lupa aku sih! Kakak kelas favorit diantara wanita." ghura-ghura tawa kak Idnam.
"Kak Runis Sehat bang,"
"Gimana dia, udah ada yang melamar belum, umurnya sudah cukup tuh untuk menikah, suruhlah kakakmu menikah dengan Bang Idnam ganteng ini."
"Yah bang, percuma di tawarin kayak apa kek, dia udah ga mau nikah se-umur hidup, katanya si gitu."
"Gila aja kamu, Ngga! "
"Iya beneran Bang. Ayah, Ibu, Aku. Kita semua udah berbusa nih mulut, bujukin dia biar cepat nikah, biar ga jadi perawan tuek!"
"Waduh... Kasian juga ya Kakak Runis-mu, tapi ga bisa dibiarin gitu aja Ngga, atau nanti coba aku datang deh ke-Rumahmu, mana tau Ayah dan Ibu menerimaku untuk jadi keluarga."
"Ya dicoba aja Bang."
Setelah tugas yang diberikan Kak Runis selesai Angga laksanakan tanpa kendala, Angga membatin dengan dirinya sendiri, "Halah, Kakak kayak gitu untuk apa! Ha... untuk apa! Bang Idnam seakan peduli sekali, belum tau kah dia?, tentang penyakitnya, kemalasannya, permintaannya yang menggunung, penerimaannya yang kurang, banyak mengeluh, suka membandingin takaran harta orang lain, banyak mintanya ke Ayah, dinasehatin Ibu juga susah (kepalanya macam batu kali!), Memang sanggup bang Idnam, bila nanti bersanding dengannya."
Sesampainya Angga di rumah, dengan lelah yang belum hilang, ia memasuki rumah dengan segala persiapan yang cukup matang, karena dia tau, Kakaknya seorang pemarah, tidak sabaran. Belum lama ia memasuki Rumah, Teriakan itu Pecah!
"Anggaaaaaaaaaaaaaaaa! Kamu kenapa sih kalau disuruh pake acara nginep segala!?"
Angga terdiam, ia tau bisa membalas dengan suara dan gertakan yang lebih dahsyat, tapi dia lebih kasihan dengan Kakaknya yang tidak ada saling pengertiannya, tidak tau terima kasih, tidak berkaca diri, penyakitnya yang banyak, kebiasaan buruk yang terus-terusan dipelihara, ia lebih memilih diam, ketimbang meladeninya, menurutnya bila diladeni pun tak kan ada ujungnya.
"Ditanya malah diem aja! Makanya kalau disuruh tuh fokus! Mana sini pesenan Kakak." Pinta Kakaknya dengan ketus disertai endusan nafas yang penuh emosi meluap-luap.
"Ini Kak, maaf Kak aku tadi telat, karena Bang Idnam ngajak ngobrol bentar." Sanggah Angga.
"Idnam? Idnam dek!?" Kata Kakaknya.
"Iya Kak, Kakak Inget ga?"
Kakaknya mengerutkan dahi, ia mencoba mengingat Nama Idnam, mencari di tumpukan ingatannya yang sudah lama, usang, dan mulai pudar. Hingga Akhirnya ketemulah, kenangannya bersama "Idnam" ini.
"Kak, Kakak kenapa, kok senyum-senyum sendiri?"
"Berisiiiiik kami dek" ketus Kak Runis
Angga hanya trus bersabar, karena dia tau bila direspon pasti bisa nambah panjang, bahkan bisa kumat penyakitnya, ia tak mau hal buruk menimpa Kakaknya.
Hari itu pun tiba, Bang Idnam datang disaat, kita semua sedang berkumpul, bisa dibilang waktu yang tepat baginya untuk membicarakan itu di depan Ayah, Ibu, Aku, dan Kak Runis.
***
Pembicaraan hangat itu pun telah dimulai sejak tadi, Ayah, Ibu nampak senang sekali, dari wajahnya terlihat jelas. Tiba-tiba Ayah memotong di tengah pembicaraan itu.
"Tapi Nam, kamu sudah tau kah, karakter pembunuh dari Runis?"
"Sudah Pak, makanya aku datang kesini ingin sampaikan 2 Permintaan dan 5 Penerimaan."
"Wah! Apa itu, aku baru dengar nampaknya, ya sudah sebentar ya, aku panggil Runis dulu, Run ... Run ..."
"Iya Yah, apa sih, aku denger kok!" Sambut Runis dengan gimik ogah-ogahannya.
"Ini lho nak ada tamu datang, ia datang bukan sekedar untuk ngobrol-ngobrol ringan dengan Ayah dan Ibu, tapi dia punya niat baik, tadi sudah diutarakannya ke kita."
"Mari sini nak duduk ditengah sini Run." Runis duduk di tengah Ayah Ibunya.
"Jadi langsung aja ya, Ayah Ibu Runis yang saya hormati dan banggakan, seperti yang sudah dikatakan Ayah tadi, Saya berniat menjadi bagian keluarga ini."
"Nam, serius kamu siap nikah denganku? Aku tuh sudah ga ada niatan mau nikah se-umur hidup, aku juga punya penyakit asma dan sifat malas yang luar biasa. Iya sih memang suatu kebanggaan banget kamu datang untuk nyatakan hal itu."
"Nis aku hanya punya 2 permintaan padamu, tentu ini permintaan yang ringan dan mudah. Siapa pun wanitanya akan kuutarakan 2 hal ini; Pertama, suka mandi, maksudnya bukan pemlas yang betah melihara keringet, badan lengket, busuk-busukan dengan dirinya sendiri, karena apa, kalau seseorang tidak perhatian dengan kebersihan dirinya mana mungkin terhadap orang lain."
"Kedua, tidak suka tidur pagi, kecuali sakit atau alasan lain yang bisa diterima, karena kalau orang suka tidur pagi tanpa alasan yang dibenarkan biasanya orangnya menyebalkan dan acuh terhadap kesehatan."
"Permintaanku hanya dua saja, tidak banyak, untuk hal lain aku tidak mempermasalahkan, artinya penerimaanku lebih banyak ketimbang permintaanku, itu pun kalau wanita yang ku ajak hidup bersama bersedia dengan 2 ketentuan yang ku punya, kalau tidak pun tak masalah, masih ada lembaran lain yang bersedia, aku yakin."
"Tuh Run gimana kamu bersedia kan, Ayah yakin kamu bersedia."
Runis terdiam, dia merasa tertohok sekali dengan pernyataan Idnam Salam, ia hanya kesal kenapa 2 hal itu? Itu sangat menyebalkan, karena 2 hal itu yang selalu kulakukan, kebencian pun menyelimuti hatinya, yang tadinya kenangan indah tentang Idnam kini berubah seperti cemeti busuk yang meresahkan hatinya.
"Tidak Yah, Aku tidak bersedia dengannya, mungkin wanita lain lebih layak, toh juga kenapa dia harus mengajukan lamaran pertamanya ke sini!" Ketus Runis.
"Jaga sikapmu Run! Begitukah sikapmu!?"
"Sudah Yah, tenang, jangan ribut di depan tamu." Sambut Ibu menenangkan.
Angga hanya merebahkan badannya sambil membaca buku "Renungan jalanan 14, karya Dr. Nusa Putra" ia pun sudah bosan dengan sikap kakaknya yang belum juga berubah di usianya yang tidak lagi belia.
"Baik lah kalau gitu, Ayah, Ibu, Runis, Angga, terima kasih banyak ya atas ketersediaan waktunya, saya pamit dulu."
____________________
Terinspirasi Qs. Alfatihah 1-7
Ahd 23-Sen24 mei 2021, Brebes, Tonjong, Jateng.
Cerpen 24
hlb©
Comments
Post a Comment