Sebab Panjang Angan-angan dan Terapinya
ketahuilah bahwa panjang angan angan punya dua sebab,
Pertama, cinta dunia.
Apabila seseorang merasa senang dengan dunia, syahwat, kelezatan, dan berbagai kaitannya maka hatinya akan merasa berat untuk berpisah darinya sehingga hatinya tidak bisa berpikir tentang kematian yang merupakan sebab perpisahannya dengan dunia.
Setiap orang yang membenci sesuatu pasti menolaknya.
Sementara itu manusia sangat menggandrungi angan-angan palsu lalu ia senantiasa mengangankan dirinya dengan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Hal yang sesuai dengan keinginannya adalah hidup kekal di dunia.
Karena itu, ia selalu mengkhayalkan dan sangat menghargainya di dalam
dirinya bahkan mengangankan berbagai hal yang diperlukan untuk hidup
kekal di dunia, seperti harta, keluarga, rumah, kawan, kendaraan, dan semua
sebab di dunia. sehingga hatinya terkonsentrasi dan tertambat pada pikiran
ini kemudian lupa mengingat kematian.
Jika kadang-kadang terlintas perkara kematian dan kebutuhan akan persiapan menghadapinya, ia menunda - nunda dan menjanjikan dirinya seraya berkata, "Masih banyak waktu, nanti saja bertobat kalau sudah tua." Bila sudah tua, ia berkata, "Nanti saja kalau
sudah renta." Bila sudah renta, ia berkata, "Sampai selesai membangun
rumah ini, atau kembali dari perjalanan, atau setelah selesai mengurusi anak
dan mempersiapkan rumahnya, atau setelah sclesai mengalahkan musuh."
Demikianlah ia terus menunda-nunda dan tidak melakukan suatu kesibukan
kecuali dengan pelaksanaan sepuluh kali kesibukan yang lain. Demikianlah
bertahap ia menunda hari demi hari dan kesibukan demi kesibukan
hingga akhirnya direnggut kematian pada saat yang tidak terduga sehingga
menyesal untuk selamanya. Orang yang menunda-nunda ini tidak mengetahui
bahwa sesuatu yang membuatnya menunda pada hari ini akan menyertainya
pula esok hari, bahkan semakin lama semakin kuat dan kokoh. la mengira bahwa orang yang tenggelam dengan dunia akan punya kesempatan untuk melepaskannya. Pangkal angan-angan ini semua adalah cinta dunia, merasa senang
kepadanya, dan kelalaian.
Kedua, kebodohan.
Kadang-kadang manusia mengira bahwa kematian jauh dari anak-anak muda. Orang yang perlu dikasihani ini tidak pernah berpikir seandainya orang-orang tua di kampungnya dihitung niscaya jumlah mereka kurang dari sepersepuluh penduduknya.
Jumlah mereka sedikit karena kematian di kalangan pemuda jauh lebih banyak. Kematian di
kalangan orang tua dan anak muda adalah satu orang tua berbanding seribu
pemuda dan anak-anak. Mungkin ia mengangap dirinya jauh dari kematian
karena kesehatannya dan sedikit kemungkinannya mati mendadak, padahal
ia tidak tahu bahwa hal itu tidaklah jauh dari kemungkinan. Seandainya hal
itu jauh dari kemungkinan, tetapi sakit secara mendadak tidaklah jauh dari
kemungkinan, bahkan setiap penyakit terjadi secara tiba-tiba, dan apabila sakit
maka ia tidak jauh dari kematian.
Seandainya orang yang lalai ini berpikir dan mengetahui bahwa kematian tidak punya waktu tertentu, seperti pemuda, orang tua, dan manula, atau musim panas, musim dingin atau musim semi, malam hari atau siang hari, niscaya ia akan sangat menyadari kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, tetapi kebodohan akan hal ini dan cinta dunia membuatnya memperpanjang angan-angan dan mengabaikan kemungkinan mati dalam dalam waktu dekat.
Apabila Anda telah mengetahui bahwa sebab timbulnya panjang angan-
angan adalah kebodohan dan cinta dunia maka terapinya adalah dengan
mengusir faktor penyebabnya.
Adapun kebodohan harus ditolak dengan pikiran jernih yang bersumber
dari hati yang 'hadir' dan dengan mendengarkan hikmah yang jitu dari hati
Sedangkan terapi cinta dunia adalah dengan mengeluarkannya dari
hati, tetapi hal ini sangat berat karena ia merupakan penyakit kronis yang
merepotkan orang-orang terdahulu dan terkemudian dalam mengobatinya.
Tidak ada terapi baginya kecuali iman kepada hari akhir berikut adanya siksa
yang berat dan ganjaran yang besar.
Jika hati telah meyakini hal tersebut maka cinta dunia pasti akan lenyap darinya karena cinta dapat menghapuskan cinta kepada telah melihat hinanya dunia dan berharganya akhirat niscaya ia akan terhalangi untuk berpaling (kembali) kepada dunia sekalipun diberi kerajaan bumi dari timur hingga ke barat.
Bagaimana mungkin akan timbul panjang angan-angan
jika dunia yang ada padanya hanya sedikit dan dianggapnya sebagai pengaruh?
Bagaimana mungkin ia akan bergembira dengan dunia atau cinta dunia akan
merasuk ke dalam hatinya bila hatinya telah penuh dengan iman
kepada hal yang mulia sesuatu yang hina dari hatinya. Apabila akhirat?
Tidak ada terapi yang lebilh efektif bagi hati dalam mengokohkan kesadaran
akan kematian selain dari merenungkan orang yang telah mati di kalangan
kawan.
Bagaimana kematian datang menjemput mereka
di saat yang tidak diperkirakan.
Orang yang telah siap menghadapi kematian adalah orang yang meraih sukses besar,
sedangkan orang yang terpedaya oleh angan-angan panjang adalah orang-orang yang benar-benar merugi.
Hendaklah manusia melihat ke jemari dan anggota tubuhnya di setiap saat.
kemudian merenungkannya bagaimana sekujur tubuh itu pasti akan dimakan
ulat-ulat tanah? Bagaimana tulang-belulangnya akan hancur? Hendaklah
ia membayangkan bagaimana ulat-ulat itu mulai memakan pelipisnya yang
kanan atau yang kiri? Tidak ada bagian dari jasadnya melainkan pasti menjadi
santapan ulat-ulat itu,
dan tidak ada bagian yang tersisa untuk dirinya kecuali
ilmu dan amal saleh yang ikhlas semata-mata karena mencari ridha Allah.
Demikian pula hendaknya ia merenungkan siksa kubur, pertanyaan Munkar
dan Nakir, kebangkitan dari kubur, dahsyatnya hari kiamat, gema seruan
hari pangadilan akbar di padang mahsyar dan lain sebagainya. Renungan-
renungan seperti inilah yang akan memperbarui dzikrul maut pada hatinya
dan mendorongnya untuk mempersiapkan diri menghadapinya.
Mensucikan jiwa, intisari ihya ulumuddin/Said Hawa; jakarta, Robbani Press, 1998 hlm 154-157
ketahuilah bahwa panjang angan angan punya dua sebab,
Pertama, cinta dunia.
Apabila seseorang merasa senang dengan dunia, syahwat, kelezatan, dan berbagai kaitannya maka hatinya akan merasa berat untuk berpisah darinya sehingga hatinya tidak bisa berpikir tentang kematian yang merupakan sebab perpisahannya dengan dunia.
Setiap orang yang membenci sesuatu pasti menolaknya.
Sementara itu manusia sangat menggandrungi angan-angan palsu lalu ia senantiasa mengangankan dirinya dengan sesuatu yang sesuai dengan keinginannya. Hal yang sesuai dengan keinginannya adalah hidup kekal di dunia.
Karena itu, ia selalu mengkhayalkan dan sangat menghargainya di dalam
dirinya bahkan mengangankan berbagai hal yang diperlukan untuk hidup
kekal di dunia, seperti harta, keluarga, rumah, kawan, kendaraan, dan semua
sebab di dunia. sehingga hatinya terkonsentrasi dan tertambat pada pikiran
ini kemudian lupa mengingat kematian.
Jika kadang-kadang terlintas perkara kematian dan kebutuhan akan persiapan menghadapinya, ia menunda - nunda dan menjanjikan dirinya seraya berkata, "Masih banyak waktu, nanti saja bertobat kalau sudah tua." Bila sudah tua, ia berkata, "Nanti saja kalau
sudah renta." Bila sudah renta, ia berkata, "Sampai selesai membangun
rumah ini, atau kembali dari perjalanan, atau setelah selesai mengurusi anak
dan mempersiapkan rumahnya, atau setelah sclesai mengalahkan musuh."
Demikianlah ia terus menunda-nunda dan tidak melakukan suatu kesibukan
kecuali dengan pelaksanaan sepuluh kali kesibukan yang lain. Demikianlah
bertahap ia menunda hari demi hari dan kesibukan demi kesibukan
hingga akhirnya direnggut kematian pada saat yang tidak terduga sehingga
menyesal untuk selamanya. Orang yang menunda-nunda ini tidak mengetahui
bahwa sesuatu yang membuatnya menunda pada hari ini akan menyertainya
pula esok hari, bahkan semakin lama semakin kuat dan kokoh. la mengira bahwa orang yang tenggelam dengan dunia akan punya kesempatan untuk melepaskannya. Pangkal angan-angan ini semua adalah cinta dunia, merasa senang
kepadanya, dan kelalaian.
Kedua, kebodohan.
Kadang-kadang manusia mengira bahwa kematian jauh dari anak-anak muda. Orang yang perlu dikasihani ini tidak pernah berpikir seandainya orang-orang tua di kampungnya dihitung niscaya jumlah mereka kurang dari sepersepuluh penduduknya.
Jumlah mereka sedikit karena kematian di kalangan pemuda jauh lebih banyak. Kematian di
kalangan orang tua dan anak muda adalah satu orang tua berbanding seribu
pemuda dan anak-anak. Mungkin ia mengangap dirinya jauh dari kematian
karena kesehatannya dan sedikit kemungkinannya mati mendadak, padahal
ia tidak tahu bahwa hal itu tidaklah jauh dari kemungkinan. Seandainya hal
itu jauh dari kemungkinan, tetapi sakit secara mendadak tidaklah jauh dari
kemungkinan, bahkan setiap penyakit terjadi secara tiba-tiba, dan apabila sakit
maka ia tidak jauh dari kematian.
Seandainya orang yang lalai ini berpikir dan mengetahui bahwa kematian tidak punya waktu tertentu, seperti pemuda, orang tua, dan manula, atau musim panas, musim dingin atau musim semi, malam hari atau siang hari, niscaya ia akan sangat menyadari kematian dan mempersiapkan diri untuk menghadapinya, tetapi kebodohan akan hal ini dan cinta dunia membuatnya memperpanjang angan-angan dan mengabaikan kemungkinan mati dalam dalam waktu dekat.
Apabila Anda telah mengetahui bahwa sebab timbulnya panjang angan-
angan adalah kebodohan dan cinta dunia maka terapinya adalah dengan
mengusir faktor penyebabnya.
Adapun kebodohan harus ditolak dengan pikiran jernih yang bersumber
dari hati yang 'hadir' dan dengan mendengarkan hikmah yang jitu dari hati
Sedangkan terapi cinta dunia adalah dengan mengeluarkannya dari
hati, tetapi hal ini sangat berat karena ia merupakan penyakit kronis yang
merepotkan orang-orang terdahulu dan terkemudian dalam mengobatinya.
Tidak ada terapi baginya kecuali iman kepada hari akhir berikut adanya siksa
yang berat dan ganjaran yang besar.
Jika hati telah meyakini hal tersebut maka cinta dunia pasti akan lenyap darinya karena cinta dapat menghapuskan cinta kepada telah melihat hinanya dunia dan berharganya akhirat niscaya ia akan terhalangi untuk berpaling (kembali) kepada dunia sekalipun diberi kerajaan bumi dari timur hingga ke barat.
Bagaimana mungkin akan timbul panjang angan-angan
jika dunia yang ada padanya hanya sedikit dan dianggapnya sebagai pengaruh?
Bagaimana mungkin ia akan bergembira dengan dunia atau cinta dunia akan
merasuk ke dalam hatinya bila hatinya telah penuh dengan iman
kepada hal yang mulia sesuatu yang hina dari hatinya. Apabila akhirat?
Tidak ada terapi yang lebilh efektif bagi hati dalam mengokohkan kesadaran
akan kematian selain dari merenungkan orang yang telah mati di kalangan
kawan.
Bagaimana kematian datang menjemput mereka
di saat yang tidak diperkirakan.
Orang yang telah siap menghadapi kematian adalah orang yang meraih sukses besar,
sedangkan orang yang terpedaya oleh angan-angan panjang adalah orang-orang yang benar-benar merugi.
Hendaklah manusia melihat ke jemari dan anggota tubuhnya di setiap saat.
kemudian merenungkannya bagaimana sekujur tubuh itu pasti akan dimakan
ulat-ulat tanah? Bagaimana tulang-belulangnya akan hancur? Hendaklah
ia membayangkan bagaimana ulat-ulat itu mulai memakan pelipisnya yang
kanan atau yang kiri? Tidak ada bagian dari jasadnya melainkan pasti menjadi
santapan ulat-ulat itu,
dan tidak ada bagian yang tersisa untuk dirinya kecuali
ilmu dan amal saleh yang ikhlas semata-mata karena mencari ridha Allah.
Demikian pula hendaknya ia merenungkan siksa kubur, pertanyaan Munkar
dan Nakir, kebangkitan dari kubur, dahsyatnya hari kiamat, gema seruan
hari pangadilan akbar di padang mahsyar dan lain sebagainya. Renungan-
renungan seperti inilah yang akan memperbarui dzikrul maut pada hatinya
dan mendorongnya untuk mempersiapkan diri menghadapinya.
Mensucikan jiwa, intisari ihya ulumuddin/Said Hawa; jakarta, Robbani Press, 1998 hlm 154-157
Comments
Post a Comment