Skip to main content

Posts

Showing posts from 2022

Nyamuk Hitam

   "Serang aja! Ngapain merasa bersalah!? Merekalah yang bersalah! Lihat aja! Ngapain berdiam diri di tempat yang sama!? Udah tahu kerjaan kita nyerang! Lagian juga kenapa enggak memberikan perlawanan!?    "Takut!? Kalau takut udah DIAM! Enggak usah banyak bacot! Ngebacot boleh, tapi di depan sini!" Nyamuk hitam itu makin menggila, bersama rombongannya menyerang tanpa memberikan ampun.    Terus terjang, terus hajar apa yang di depan, selagi berada di depan dan jumud, berarti itulah mangsanya. Para sesepuh pun bangga dengan tekad penyerangan, itulah keyakinan yang membuat para nyamuk hitam seolah tak pantang mundur, meski siang atau hujan sekali pun.    Sekali "penyerangan" sudah menjadi semboyan, maka diam dan menunggu langit hujan emas bukanlah kurikulum mereka. Tak akan ada hari bagi mereka yang diam menunggu hujan emas.     Nyamuk hitam itu pun beristirahat, karena mereka tahu hidup ini bukan hanya menyerang saja, tapi juga diam sejenak seraya memikirkan lan

Harapan Orang Tua

   Tak sedikit yang mengklaim orang tuanya cerewet, judes, banyak omong, keberatan bicara dari realita, dan banyak lagi. Padahal kalau kita mau tarik napas pelan-pelan, lalu menyikapi kenyataan ini, tentu akan lebih cerah paradigmanya.    Hanya saja, rasa tinggi hati, rasa lebih baik dari orang tua sudah terlampau jauh, jauh membumbung tinggi. Hingga lupa kalau dari zigot, janin, bayi merah, itu orang tua yang ngurusin.    Apa iya mau ngapusin se-enteng itu jasa mereka yang tak akan pernah mungkin bisa terbayarkan, meski seharga satu buah bumi seutuhnya. Memang paling enak itu merasa benar sih dari pada merasa bersalah.    Lagi lagi dan akan terus berlagi-lagi lingkungan, tontonan, serta pertemanan sangat sukses besar dalam membentuk ulang pondasi harapan yang telah lama dengan susah payah dibangun orang tua.    Masih numpang di rumah orang tua gaya, masih make listrik, perabotan, dan alat-alat kepunyaan orang tua, dan banyak lagi. Kalau masih juga mau ngotot, "Kan itu kewajiban o

Pembenaran Sepihak

     Jaraknya sekitar 230-270 KM dari Sijorse menuju Magroluj. Hutas menempuh jarak sejauh itu untuk memastikan kalau kebenaran tidak bisa dianggap benar oleh sepihak dari keluarga Magroluj.    Pembuktian dan pengklarifikasian memang memakan waktu yang tak sedikit, Hutas tak peduli itu, selagi kebenaran itu terancam punah dan disalahgunakan, maka jiwanya pun terpanggil untuk bertindak.    Sesampainya di sana. Benar saja hampir seluruh keluarga Hutaj menuduhnya sebagai biang kesalahan. Walaupun sebenarnya kebenaran itu berada pada diri Hutas.    Terbukti sudah, Hutaj melaporkan hal yang tidak-tidak tentang dirinya. Dengan kejadian itu terpanalah Hutas. Ternyata kejujuran yang selama ini dia percaya masih dianut oleh keluarga Hutaj lumat sudah.    Ternyata selama 10 tahun ini, seluruh keluarganya hanya melakukan kamuflase tingkat tinggi. Mengelabui banyak mata, hati, pendengaran. Dan banyak lagi. Mereka ternyata terkenal dengan ahli klaim tingkat negara.     Negeri Archimrald ini sudah m

Tehaur

        Ada rasa tersendiri ketika diri telah termakan usia, pandangan orang-orang pun berubah, tentu semua mengalami perubahan. Bukan hanya perubahan dari diri saja. Tapi semuanya.    Momen dulu ketika kecil, masa-masa es-ed seringkali pengharapan lebih banyak dari pengejewantahan dari harap, sehingga bertemulah sesuatu yang tak bertemu.    Maka hilanglah. Berlalunya waktu, berlalu juga harapan akan hal itu. Sekarang keterbalikannya, ada beberapa yang berharap dengan diri ini.    Mungkin itulah dunia, sebentar, sementara, temporal adanya. Rasa itu mampir saja, tak lama, hanya beberapa hari lalu berlari lagi.    -- Sumber gambar: pixabay

Siksaan Atas Kelalaian

        Pengagungan digemakan, kerak tak bisa dibersihkan sesempurna mungkin, masih aja ada sisanya walau sedikit dari kotoran masa lalu dan rasa rasa lainnya. Mungkin paling nyaman mengkondisikan dirilah yang harus lebih utama diperhitungkan, jangan kritisi pihak lain dulu.    Kapal yang kuat akan tetap maju meski kerusakan yang diterima hampir menenggelamkannya, asupan itu rasa sakit, pengkhianatan, diskriminasi dan semacamnya. Tetaplah memaafkan meski sakit, kita ini manusia bukan Pencipta alam semesta.    Anggaplah penyegeraan siksaan yang terasa seperti tak berujung sebagai penghapusan untuk melangkah ke depan agar bisa lebih memaafkan dan tetap terus memaafkan seberat atau se-sesak apa pun hati menghadapinya.    Buah dari kelalaian inilah yang menjadikan rasa sesal itu seolah menyatu dengan jiwa dan raga. Jadikan rasa sakit itu sebagai bahan bakar perubahan untuk lebih baik lagi dalam banyak hal, terutama bersikap ketika tak ada seorang pun di sisi.    Pengagungan itu digemakan d

Takkan Merugikan Apa Pun Yang Dikatakan Orang ....

           Dengan kesadaran itu, sebagai pribadi kita ingat pula pesan beliau seperti dikutip Imam Ibn 'Abdil Barr dalam Al Intiqa من عرف نفسه لم يضره ما قيل فيه     "Siapa mengenal dirinya, takkan merugikannya apa pun yang dikatakan orang tentangnya."    Sebab seringkali, hinaan justru hakikatnya pujian. Karena aslinya diri kita, jauh lebih memprihatinkan dari apa yang dikatakan orang. Sebab seringkali kita hanya    Perlu menjawab tuduhan dengan, "Jika kau benar, semoga Allah mengampuniku. Jika kau keliru, semoga Allah mengampunimu."    Sebab seringkali, gunjingan justru cara Allah memberi kita kebaikan. "Selamat datang tambahan pahala serta pengurangan dosa, yang tanpa lelah beramal dan tanpa payah berusaha," ujar Imam Hasan Al-Bashri menanggapi ghibah tentangnya.    Dan mari menjauhkan diri dari ikut berperan dalam segala ucap buruk tentang sesama, seperti sabda Nabi dalam riwayat Ahmad, "Janganlah seseorang menyampaikan padaku keburukan sesama

Siapa Yang Lebih Buruk?

           Di manakah kita di sisi kemuliaan para 'Ulama? Seberapa peduli kita tentang keselamatan diri ini di sisi Allah dibanding girang hati kita mengatakan sesama salah dan kita yang benar?    "Wahai Syaikh," ujar seorang pemuda, "Manakah yang lebih baik, seorang Muslim yang banyak ibadahnya tetapi akhlaqnya buruk ataukah seorang yang tak beribadah tapi amat baik perangainya pada sesama."    "Subhaanallah, keduanya baik," ujar sang Syaikh sambil tersenyum. "Mengapa bisa begitu?"    "Karena orang yang tekun beribadah itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk berakhlaq mulia bersebab ibadahnya. Dan karena orang yang baik perilakunya itu boleh jadi kelak akan dibimbing Allah untuk semakin taat kepada Nya." "Jadi siapa yang lebih buruk?" desak si pemuda.    Airmata mengalir di pipi sang Syaikh. "Kita Anakku," ujar beliau. "Kitalah yang layak disebut buruk sebab kita gemar sekali menghabiskan waktu untu

Sarapan #1

     "Dalam pagi; air masih dingin, udara masih bersih, lalat masih sedikit; sarapanlah, agar hatimu tak tamak pada rizqi orang lain." (Imam Asy-Syafi'i)    Jika diniatkan sebagai sumber tenaga untuk mendayai ketaatan, betapa tingginya nilai ibadah dalam sarapan. Jika diniatkan untuk meraih keberkahan waktu pagi yang didoakan oleh Sang Nabi, betapa besarnya maslahat sarapan, dan betapa banyak mafsadat, penyakit, juga gangguan yang menyingkir dari badan.    Dan jika diniatkan untuk menjaga diri dari syahwat yang tamak lagi rawan dengki terhadap rizqi yang dianugerahkan pada sesama insan, betapa zuhudnya orang yang sarapan.    Adalah muallif kitab Tafsir Al-Ibriz, Allahuyarham Kyai Bisri Mustofa (Ayahanda Gus Mus), memiliki satu kebiasaan    Yang beliau nasihatkan pada para muballigh yang ke sana yang kemari mengisi pengajian. "Makanlah dulu," ujar beliau, "Agar hati kita tak berharap mendapat suguhan."    Ini rupanya bagian dari falsafah hidup beliau ya

Kesetiaan Terbaik

           Aku terdiam, menatap pistol Colt itu. Sejak saat itu, satu-satunya senjata yang kubawa ke ma na-mana adalah pistol Colt hadiah dari Salonga. Bukan semata karena aku membutuhkannya, tapi sebagian karena nostalgia. Bahwa, kesetiaan terbaik adalah pada prinsip prinsip hidup, bukan pada yang lain. -- Sumber: Novel "Pulang" hlm 189 Sumber gambar: Xiaomi Redmi 8A Pro

Kesehatan Mental

           Makin ke sini, makin banyak yang mengeluhkan kalau mentalnya sedang tidak baik-baik saja.    Tak banyak yang bisa membantu prosesi penyembuhannya, bisa dibilang itu tergantung bagaimana ritme latihan tameng jiwa dari tiap individu.    Kalau hari-hari yang dilaluinya lebih banyak ke unsur-unsur pelemahan jiwa, tentu mental bakal lebih rapuh keadaannya, tentu itu akan jadi hal serius yang mengkhawatirkan.    Betapa banyak dari sekian rentetan aktifitas seseorang yang di sana 'kehadiran mental' yang utuh amat sangat dibutuhkan.    Ucap saja seperti gosok gigi sebelum dan setelah bangun tidur, sepele? Tentu, tapi ada manfaatnya.    Lagi, seperti sebuah absen. Kita yang biasa bolos dan juga biasa diisikan 'hadir' oleh rekan kita, tiba-tiba rekan kita dipergok paksa oleh guru yang ternyata sudah lama menyadari kebusukan itu.    Rekan kita bilang seadanya dong. Terus, kita mau dendam dengan teman kita, sampai menghapusnya dari daftar rekan.    Lalu jasanya selama in

Tidak Ada Alasan

       Tidak ada alasan bagi setiap Muslim untuk tidak melakukannya, apa pun kedudukan, pekerjaan, dan keahliannya.    Hal ini karena hakikat dakwah Islam ialah amar ma'ruf dan nahi munkar yang mencakup semua pengertian jihad dalam Islam.     Anda tentu cukup mengetahui bahwa jihad adalah salah satu kewajiban Islam di atas pundak setiap Muslim.    Dari sini dapat diketahui bahwa dalam masyarakat Islam tidak ada yang dinamakan rijaluddin (petugas agama) yang ditujukan kepada pihak tertentu dari kaum Muslimin.     Hal ini karena setiap orang yang memeluk Islam berarti telah baiat kepada Allah dan Rasul-Nya untuk berjihad menegakkan agama (Islam), baik lelaki maupun wanita, orang berpengetahuan maupun bodoh.            Seluruh kaum Muslimin adalah prajurit bagi agama Islam. Allah telah membeli jiwa dan harta mereka dengan harga surga.    Ini tentu tidak ada kaitannya dengan spesialisasi ulama dalam melakukan kajian, ijtihad, dan penjelasan hukum-hukum Islam kepada kaum Muslimin berda

Perjanjian Antara Kaum Muslimin dan Orang-Orang di Luar Islam

                                     Dari naskah perjanjian, sebagaimana tertera dalam naskah perjanjian Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam. Isi Piagam Perjanjian itu sebagai berikut. Kaum Muslimin, baik yang berasal dari Quraisy, dari Madinah,    1. Maupun dari kabilah lain yang bergabung dengan berjuang bersama-sama semua itu adalah satu umat.    2. Semua kaum Mukminin, dari kabilah mana saja, harus membayar diyat (denda) orang yang terbunuh di antara mereka dan menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil antarsesama kaum Mukminin.    3. Kaum Mukminin tidak boleh membiarkan siapa saja di antara mereka yang tidak mampu membayar utang atau denda; mereka harus menolongnya untuk membayar utang atau denda tersebut Kaum Mukminin yang bertaqwa bertindak terhadap orang dari keluarganya sendiri yang berbuat kezhaliman, kejahatan, permusuhan, atau perusakan. Terhadap perbuatan semacam itu, semua kaum Mukminin akan mengambil tindakan bersama sekalipun yang berbuat ke

Kata Penulis Asing Tentang Sirah Nabawiyah

       Inilah yang dikatakan oleh salah seorang penulis asing, Dient, di Halam bukunya Dunia Islam Kontemporer,    "Sesungguhnya, kaum orientalis telah berusaha mengkritik sirah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam dengan metodologi Eropa selama tiga perempat abad.     Mereka telah mengkaji dan meneliti sampai mereka menghancurkan apa yang telah disepakati oleh jumhur kaum Muslimin tentang sirah Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam.     Seharus nya usaha pengkajian dan penelitian yang sangat lama dan men dalam itu sudah berhasil menghancurkan pendapat-pendapat dan riwayat-riwayat yang masyhur tentang sirah Nabawiyah.     Berhasilkah mereka melakukan hal itu? Jawabnya, mereka tidak berhasil sama sekali. Bahkan jika kita perhatikan pendapat-pendapat baru yang dikemukakan oleh para orientalis dari Prancis, Inggris, Jerman, Belgia, dan Belanda itu ternyata saling bertentangan.     Setiap orang dari mereka mengemukakan pendapat yang bertentangan dengan pendapat temannya." -- S

Dihukum Di Dunia (pelebur dosa)--Bai'at Aqabah Pertama

        Dalam sebuah riwayat, Ubadah bin Shamit mengatakan, "Kami sebanyak dua belas orang lelaki. Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian bersabda kepada kami, 'Kemarilah! Berbalatlah kepadaku untuk     1. Tidak menyekutukan Allah dengan apa pun, tidak mencuri,     2. Tidak berzina,    3. Tidak membunuh anak-anakmu,     4. Tidak berdusta untuk menutup-nutupi apa yang ada di depan atau di belakangmu, dan  5. Tidak akan membantah perintahku dalam hal kebaikan. Jika kamu memenuhi pahalanya terserah kepada Allah.     Jika kamu melanggar  sesuatu dari jan itu, lalu dihukum di dunia, maka hukuman itu merupakan kafarat baginya Jika kamu melanggar sesuatu dari janji itu , kemudian Allah menutupinya maka urusannya kepada Allah.        Bila menghendaki, Allah akan menyiksanya atau memberi ampunan menurut kehendak-Nya." Ubadah bin Shamit berkata, "Kami kemudian berbaiat kepada Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam untuk menepatinya." -- Sumber: Buku S

Perjuangan Berat Ini

    Adalah mudah bagi Allah untuk menegakkan masyarakat Islam tanpa memerlukan jihad, kesabaran, dan jerih payah menghadapi berbagai penderitaan tersebut.     Akan tetapi, perjuangan berat ini sudah menjadi sunnatullah pada para hamba-Nya yang ingin mewujudkan ta'abbud kepada-Nya secara suka rela, sebagaimana secara terpaksa mereka harus tunduk patuh kepada ketentuan-Nya.    Ta'abud ini tidak akan tercapai tanpa perjuangan dan pengor banan. Tidak akan dapat diketahui siapa yang jujur dan siapa yang munafik tanpa adanya ujian berat atau pembuktian. Tidaklah adil jika manusia mendapatkan keuntungan tanpa modal . Karena itu, Allah mewajibkan dua hal kepada manusia.    Pertama, menegakkan syariat Islam dan masyarakatnya.    Kedua, berjalan mencapai tujuan tersebut di jalan yang penuh dengan onak duri. -- Sumber: Buku Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthi, Rabbani press 1999, Jakarta timur - Batu Ampar - Condet, hlm 148

Manusia Pada Umumnya Merasakannya

   Sesungguhnya, penderitaan dan musibah yang menimpa manusia mempunyai beberapa hikmah. Di antaranya akan membawa orang yang mengalami musibah dan penderitaan itu kepada pintu Allah dan meningkatkan 'ubudiyah kepada-Nya. Karena itu, tidak ada perten tangan antara kesabaran terhadap penderitaan dan pengaduan kepada Allah.     Kedua sikap ini merupakan tuntunan yang dianjarkan Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam kepada kita. Melalui kesabarannya terhadap penderitaan dan penganiayaan, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mengajarkan kepada kita bahwa kesabaran ini adalah tugas kaum Muslimin umumnya dan da'i secara khususnya.     Melalui pengaduan dan taqarrub-nya kepada Allah, Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam ingin mengajarkan tentang kewajiban 'ubudiyah dan segala konsekuensinya kita.    Perlu disadari bahwa betapapun tingginya jiwa manusia, dia tidak akan terlampaui batas kemanusiaannya. Manusia selamanya tidak dapat menghindarkan diri dar

Menganggap Ringan Segala Bentuk Cobaan

    Adalah termasuk sunnatullah dan hikmah Ilahiyah yang sangat besar artinya bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam harus mengalami dan menghadapi berbagai cobaan berat di jalan dakwah. Dengan demikian, para da'i pada setiap zaman akan menganggap ringan segala bentuk cobaan berat yang ditemui di jalan dakwah.    Seandainya Nabi shallallahu 'alaihi wa sallam berhasil dalam dakwahnya tanpa penderitaan atau perjuangan berat, niscaya para sahabatnya dan kaum Muslimin sesudahnya ingin berdakwah dengan "santai", sebagaimana yang dilakukan oleh beliau, dan merasa berat menghadapi penderitaan dan ujian yang mereka temui di jalan dakwah.    Akan tetapi, dengan melihat penderitaan yang dialami Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam, akan terasa ringanlah segala beban pen deritaan yang harus dihadapi oleh kaum Muslimin di jalan dakwah. Dengan demikian, mereka sedang merasakan apa yang pernah dirasa kan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wa sallam dan berj

Kekuatan Moral Merupakan Pelindung

       Sudah menjadi sunnatullah di alam semesta sepanjang sejarah bahwa kekuatan moral merupakan pelindung bagi peradaban dan kekuatan material. Jika suatu umat memiliki akhlak yang baik, aqidah yang sehat, dan prinsip-prinsip sosial yang benar, kekuatan material nya akan semakin kukuh, kuat, dan tegar. Akan tetapi, jika akhlaknya bejat, aqidahnya menyimpang, dan sistem sosialnya tidak benar, ke kuatan materialnya tidak akan lama lagi pasti mengalami keguncangan dan kehancuran.    Mungkin Anda akan melihat suatu bangsa yang secara material berdiri tegar dalam puncak kemajuannya, padahal sistem sosial dan akhlaknya tidak benar, sesungguhnya bangsa ini sedang berjalan dengan cepat menuju kehancurannya. Mungkin Anda tidak dapat melihat dan merasakan "perjalanan yang cepat" ini karena pendeknya umur manusia dibandingkan dengan umur sejarah dan generasi. Perjalanan seperti ini hanya dapat dilihat oleh "mata sejarah" yang tidak pernah tidur, bukan oleh mata manusia yang

Gigit Bahu

      Tak bisa dibayangkan pertengkaran itu. Orje sudah tak sadarkan diri, matanya menatap kejam, mendelik, melihat ke depan lurus. Orgen menatapnya lemah, dia bingung bagaimana melawan Orje.    "Khiyaaa!" Orje makin menjadi-jadi, dia melesat dengan tinju dua tangan mengepal ke arah Orgen. Dengan tenaga sisa Orgen coba menahan serangan itu. "Buggh!" Kedua kepal tinju mendarat di dada Orgen dengan sedikit penahanan dan tangkapan yang tepat.     Mata Orjen tetap menatap tajam, darah di mulut Orgen tak bisa ditutup-tutupi lagi, dia hanya meringis ke arah Orje, pasrah.      Pertarungan mereka sudah berlangsung selama kurang lebih satu jam setengah. Orje benar-benar tak memberi ampun, dua menendang Orgen dengan tekukkan lututnya.    Bugh! Bugh! Orgen semakin lemas genggaman tangannya pun mengendur, pandangannya mulai kabur. Dari bahunya pun mengalir darah segar, Orje benar-benar sudah berubah, dia bukan dia yang biasanya.     Bersambung .... -- Sumber gambar: piaxabay Ah

Ketertarikan fals(u)

      Di tengah oasenya dengan bangga tersenyum lepas, mengira semuanya telah berjalan sesuai kehendak, tak henti-henti terik matahari dan angin yang menerpa terasa nyaman-nyaman saja.     Tertipu, itulah 'kenyataannya' tak peduli apapun rasanya, tak lebih tak kurang itu hanya kepalsuan, yakin! Memang bukan drama tingkat negara lagi, tingkatnya sudah masuk alam jiwa, nun jauh di sana.     Menekuk apa pun yang tak bisa ditekuk, berterima kasih hanya seremonial, bersingut-singut hanya untuk sebuah 'kelayakan' palsu. Bagaimana bisa, karena memang sedang berada di dalam lingkungan orang lain.     Tak ada sama sekali 'ketertarikan', mana ada tertarik dengan barang jelek yang sungguh tak akan pernah menjadi bagus meski dipoles dengan polesan terbaik dunia, frustasi, bukan, itulah 'kenyataannya'.     Pertanyaan-pertanyaan palsu dilontarkan, untuk apa? Tak ayal, hanya pendukung seremonial belaka, agar tak terkesan 'kaku' atau semacamnya, terima? Tentu te

Penyiksaan

        Siapa yang pernah bilang, "Paling menderita di dunia." Aneh-aneh aja, baru aja ngerasain permainan 'bertahan hidup' udah ngeluhnya se-kebon. Malu uy!     Sebagian, memang ada sih yang ngerasa dirinya paling tersiksa dari seluruh penghuni planet ini (ya, bumi lah). Padahal makan, minum, tidur, mandi, ganti baju, jalan-jalan bisa dilakukannya dengan perencanaan matang.    Atau—taraf kebahagiaannya yang terlampau tinggi. Enggak masalah, kalau emang dirinya cakap dan pantas. Kalau tak pantas, cobalah merenungi kembali keadaan orang papa yang bergelimpangan di negeri ini.    Jangan juga langsung bilang, "Paling ya satu level di atas mereka." Sambil melirik ke orang-orang hidupnya 'nomaden' ke sana kemari,  tidur pun di mana lelah di situ mereka tidur.    Jangan-jangan hati dan mulutnya udah kayak comberan, keruh tak terbendung sehingga sangat meremehkan akan segala karunia yang sudah diterimanya.    Malu. Ya bagi yang malu aja. Mungkin 'gengsi