Apa hukum nya lk2 sdh mnikah tp aku medsos nya ig contohnya, itu si lk2 ngefollow artis2 perempuan ? Mungkin sperti artis drakor contoh nya, ntah si lk2 ini ga bisa ngasih alesan yg jelas mengapa nge follow akun2 artis cw?
Bgitupunsebalik nya
.
Apa hukum nya lk2 sdh mnikah tp aku medsos nya ig contohnya, itu si lk2 ngefollow artis2 perempuan ? Mungkin sperti artis drakor contoh nya, ntah si lk2 ini ga bisa ngasih alesan yg jelas mengapa nge follow akun2 artis cw?
Bgitupun sebalik nya.
.
(قُل لِّلۡمُؤۡمِنِینَ یَغُضُّوا۟ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِمۡ وَیَحۡفَظُوا۟ فُرُوجَهُمۡۚ ذَ ٰلِكَ أَزۡكَىٰ لَهُمۡۚ إِنَّ ٱللَّهَ خَبِیرُۢ بِمَا یَصۡنَعُونَ)
[سورة النور 30]
.
30 maksudnya, berilah pengarahan dan katakan kepada kaum Mukminin, yang masih mempunyai keimanan yang dapat mencegah mereka terjerumus dalam perbuatan yang menodai keimanan mereka, “hendaklah mereka menahan pandangannya,” dari melihat aurat-aurat (hal-hal yang tak pantas dilihat) dan wanita-wanita asing (yang bukan mahram) dan anak-anak kecil yang rupawan, yang ditakutkan terjadi fitnah bila melihatnya, atau (menahan) dari melihat perhiasan dunia yang dapat memperdayai dan menjerumuskan pada perkara yang diharamkan “dan memelihara kemaluannya,” dari perbuatan jimak yang haram, baik lewat jalan depan (qubul) ataupun jalan belakang (dubur) atau selainnya, dan usaha untuk memegang dan melihat kepadanya (kemaluan). “yang demikian itu,” yaitu menjaga pandangan dan kemaluan “adalah lebih suci bagi mereka,” lebih suci, lebih baik serta lebih meningkatkan amal-amal mereka. Karena sesungguhnya orang yang menjaga kemaluan dan pandangannya, akan tersucikan dari kejelekan yang mengotori para pelaku kemaksiatan, amalan-amalan mereka menjadi bersih lantaran telah meninggalkan sesuatu yang haram, yang disukai oleh hawa nafsu secara bawaan dan mengajak kesana. Barangsiapa yang meninggalkan suatu kejelekan karena Allah, niscaya Allah akan memberikan ganti baginya dengan sesuatu yang lebih baik darinya. Barangsiapa yang menjaga pandangannya dari perkara haram, maka Allah akan menyinari mata hatinya. Dan lantaran seorang hamba jika dia berhasil menjaga kemaluan dan pandangannya dari perkara haram dan pencetus rangsangan syahwat, maka penjagaan terhadap perkara lainnya, akan lebih maksimal. Karenanya, Allah menyebutnya dengan istilah hifzh (penjagaan). Sesuatu yang terjaga, jika pemiliknya tidak serius dalam mengawasinya dan menjaganya, dan menempuh usaha-usaha yang akan membantu pemeliharaannya, maka tidak akan dapat terpelihara. Begitu pula pandangan dan kemaluannya, bila tidak ada usaha dari seorang hamba untuk menjaga keduanya, maka akan menjatuhkan dirinya kepada malapetaka dan musibah. Perhatikanlah, bagaimana Allah memerintahkan penjagaan kemaluan secara mutlak, karena ia tidak boleh (ditelantarkan) dalam keadaan apapun. Sementara itu, berkaitan dengan pandangan, Allah berfirman, ”hendaklah mereka menahan sebagian pandangannya,” Allah menggunakan kata yang menunjukan arti sebagian, karena dalam keadaan tertentu diperbolehkan untuk melihat (sesuatu yang diharamkan) untuk suatu kebutuhan, seperti melihatnya ketika menjadi saksi, orang yang mengoperasi, peminang dan lain sebagainya. Kemudian Allah mengingatkan mereka tentang ilmuNya terhadap amal-amal mereka, supaya mereka berusaha secara maksimal dalam menjaga diri mereka dari hal-hal yang diharamkan.
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
(Referensi: https://tafsirweb.com/6158-quran-surat-an-nur-ayat-30.html)
.
.
.
(وَقُل لِّلۡمُؤۡمِنَـٰتِ یَغۡضُضۡنَ مِنۡ أَبۡصَـٰرِهِنَّ وَیَحۡفَظۡنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا یُبۡدِینَ زِینَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنۡهَاۖ وَلۡیَضۡرِبۡنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُیُوبِهِنَّۖ وَلَا یُبۡدِینَ زِینَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوۡ ءَابَاۤىِٕهِنَّ أَوۡ ءَابَاۤءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ أَبۡنَاۤىِٕهِنَّ أَوۡ أَبۡنَاۤءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوۡ إِخۡوَ ٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِیۤ إِخۡوَ ٰنِهِنَّ أَوۡ بَنِیۤ أَخَوَ ٰتِهِنَّ أَوۡ نِسَاۤىِٕهِنَّ أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَیۡمَـٰنُهُنَّ أَوِ ٱلتَّـٰبِعِینَ غَیۡرِ أُو۟لِی ٱلۡإِرۡبَةِ مِنَ ٱلرِّجَالِ أَوِ ٱلطِّفۡلِ ٱلَّذِینَ لَمۡ یَظۡهَرُوا۟ عَلَىٰ عَوۡرَ ٰتِ ٱلنِّسَاۤءِۖ وَلَا یَضۡرِبۡنَ بِأَرۡجُلِهِنَّ لِیُعۡلَمَ مَا یُخۡفِینَ مِن زِینَتِهِنَّۚ وَتُوبُوۤا۟ إِلَى ٱللَّهِ جَمِیعًا أَیُّهَ ٱلۡمُؤۡمِنُونَ لَعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ)
[سورة النور 31]
.
31 setelah memerintahkan kaum Mukminin untuk menundukkan pandangan dan menjaga kemaluan mereka, Allah pun memerintahkan pada para wanita Mukminah dengannya. Allah berfirman, “katakanlah kepada wanita yang beriman,’ hendaklah mereka menahan pandangannya,’” dari melihat aurat-aurat dan lelaki dengan penuh syahwat dan pandangan lain yang terlarang. “dan menjaga kemaluannya,” dari (kesempatan) untuk dapat menyetubuhinya, menyentuh dan melihat yang diharamkan kepadanya. “dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,” seperti pakaian yang indah, perhiasan-perhiasan dan seluruh tubuhnya termasuk dalam pengertian perhiasan (zinah). Manakala baju luar harus mereka kenakan, maka Allah berfirman, ”kecuali yang biasa (Nampak) darinya,” baju luar yang biasa dipakai, selama tidak memicu munculnya fitnah. “dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung ke dadanya,” demikian ini agar lebih sempurna dalam menutupi. Ini menunjukkan bahwa perhiasan yang haram untuk ditampakkan adalah mencakup seluruh tubuh wanita sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya. Kemudian Allah mengulang kembali larangan menampakkan perhiasan, guna mengecualikan sebagiannya. firman Allah, “keculai pada suami mereka,” terhadap para suami mereka “atau ayah, mereka atau ayah suami mereka,” yang mencakup bapa itu sendiri, kakek dan seterusnya “atau putra-putra mereka, atau putra-putra suami mereka,” termasuk anak laki-lakinya atau anak-anak suaminya dan seterusnya dari keturunan mereka “ atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putra-putra saudara lelaki mereka,” saudara kandung, atau saudara seayah atau seibu, “atau putra-putra saudari perempun mereka, atau wanita-wanita mereka,” maksudnya boleh bagi para wanita untuk melihat kepada wanita yang lain seacara mutlak. Dimungkinkan juga idhafah (penyandaran) ‘wanita mereka’ menunjukkan pengertian jenis wanita tertentu, yaitu wanita muslimah yang berasal dari jenis kalian. Di dalamnya, terdapat dalil bagi ulama yang bedrpendapat; Sesungguhnya(aurat) seorang musliman tidak boleh dilihat oleh wanita dzimmiyyah (non muslim) “atau budak-budak yang mereka miliki,” sehingga dibolehkan bagi budak lelaki (bila seluruh jiwanya milik seorang wanita), untuk melihat pada tuan wanitanya selama wanita tersebut memilikinya secara keseluruhan. Namun, bila kepemilikannya hilang atau sebagiannya saja, maka dia tidak di perbolehkan untuk melihatnya. “atau pelayan-pelayan lelaki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita),” maksudnya [atau] orang-orang yang mengikuti kalian, bergantung pada kalian, baik dari kaum lelaki yang tidak mempunyai gejolak nafsu terhadap syahwat ini, semisal orang gila yang tidak sadar dengan apa yang terjadi, atau lelaki yang impoten yang sudah tidak mempunyai birahi lagi, baik pada kemaluan ataupun hatinya, semua jenis lelaki ini tidak dilarang untuk dilihat. “atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita,” maksudnya, anak-anak, yang belum memasuki usia tamyiz (kurang dari tujuh tahunan), mereka boleh melihat para wanita. Allah mengemukakan illatnya bahwa mereka “belum mengerti tentang aurat wanita” maksudnya belum mengerti aurat wanita,dan belum muncul nafsu syahwat pada mereka. Jadi, ini menunjukkan bahwa seorang wanita harus menutup auratnya dari pandangan seorang anak yang sudah memasuki usia tamyiz, karena ia telah memahami aurat wanita. “dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan,” maksudnya janganlah menghentakkan kaki mereka ketanah agar perhiasan-perhiasan yang ada di kaki mereka bersuara semisal gelang kaki dan sejenisnya, hingga diketahui perhiasannya disebabkannya sehingga menjadi media menuju fitnah. Dapat dipetik dari ayat ini, dan ayat lain yang serupa, kaidah sad al-wasa’il (keharusan menutup akses kepada kejelekan). Sesungguhnya sebuah perkara yang mubah, akan tetapi dapat menghantarkan kepada perbuatan haram atau ditakutkan akan terjadi perbuatan yang dilarang, maka perkara tersebut terlarang. Menghentakkan kaki ketanah, pada asalnya boleh, namun lantaran ia menjadi jalan tersibaknya perhiasan, maka ia dilarang. Usai memerintahkan sekumpulan perintah yang baik dan mewasiatkan wasiat-wasiat yang indah, sudah tentu akan terjadi kelalian dalam pelaksanaannya dari seorang MUkmin dalam masalah itu, maka Allah memerintahkan mereka untuk bertaubat. Allah berfirman, “dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang beriman,” [karena seorang mukmin, keimanannya mengajak kepada taubat]. Kemudian Allah mengaitkan kebahagiaan dengannya. Allah berfirman, “supaya kamu beruntung,” sehingga tidak ada jalan menuju keberuntungan kecuali dengan bertaaubat, yaitu kembali dari hal-hal yang dibenci oleh Allah, baik lahir atau yang batin menuju perkara-perkara yang Dia cintai, baik secara lahir maupun batin. Keterangan ini menandakan bahwa setiap Mukmin membutuhkan taubat, lantaran Allah telah mengarahkan pembicaraan pada seluruh kaum Mukiminin. Dalam ayat ini (juga) termuat anjuran untuk berbuat ikhlas dalam bertaubat pada FirmanNya, “maka bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,” maksudnya bukan untuk tujuan selian wajahNya, berupa keselamatan dari gangguan-gangguan keduniaan, riya, sum’ah, atau orientasi-orientasi rusak lain.
📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
(Referensi: https://tafsirweb.com/6159-quran-surat-an-nur-ayat-31.html)
Comments
Post a Comment