Kata mereka kekuasaan dan
harta kekayaan ?
Seandainya dakwah Rasululloh ﷺ karena kekuasaan dan harta kekayaan niscaya beliau tidak akan bersedia menanggung penyiksaan dan tidak akan menolak berbagai tawaran mereka, tapi beliau mengatakan:
ما جئت بما جئتم به
أطلب أموالكم،
ولا الشّرف فيكم،
ولا الملك عليكم.
ولكنّ اللّه بعثني إليكم رسولا و أنزل عليّ كتاباً وأمرني أن اكون لكم بشيرا و نذيرا.
فإن تقبلو منّي ما جئتم به فهو حظّكم في الدّنيا والآخرة
وإن تردّوه عليّ أصبر لأمر اللّه حتّى يحكم اللّه بيننا و بينكم
"Aku tidak datang sebagaimana kalian datang.
Aku tidak menginginkan harta kalian, kehormatan, ataupun kekuasaan.
Akan tetapi Alloh mengutusku sebagai "seorang rosul"
Dan diturunkannya Al-Qur'an kepadaku supaya menjadi pemberi kabar gembira dan peringatan bagi kalian.
Apabila kalian menerima dakwahku maka keberuntunganlah bagi kalian di dunia dan di Akhirat.
Jika kalian menolak dakwahku, aku akan bersabar dengan perintah Alloh ini sampai Alloh memberikan keputusan antara aku dan kamu."
Lebih dalam daripada itu, kehidupan sehari-hari Rosululloh ﷺ
Juga membenarkan ucapannya ini. Beliau tidak menolak kekuasaan dan harta kekayaan hanya dengan lisannya saja, bahkan kehidupan sehari-harinya pun membuktikan hal tersebut. Beliau hidup dengan gaya kehidupan yang sangat sederhana, tidak pernah lebih dari kehidupan kaum fakir dan miskin.
Aisyah radiyallahu anha berkata dalam sebuah riwayat bukhori,
لقد توفّي النّبيّ ﷺ وما في رفّي من شيئ يأكله ذو كيد إلاّ شطر شعير في رفّ لي فأكلت منه حتّى طال عليّ
"Sampai Nabi ﷺ meninggal, belum pernah ada di dalam rak mskananku sesuatu yang bisa dimakan manusia kecuali secuil roti dan itupun aku makan untuk beberapa hari."
Anas radiyallahu anhu berkata dalam sebuah hadits riwayat bukhori,
لم يأكل النّبيّ ﷺ على خوان حتّى مات وما اكل خيرا مرفّقا حتّى مات
"Sampai meninggal, Nabi ﷺ belum pernah makan makanan di atas piring; sampai meninggal, beliau belum pernah makan roti yang berkualitas baik."
Kehidupan Rasululloh ﷺ sungguh sangat sederhana, baik dalam berpakaian maupun menyangkut perabot rumahnya. Beliau tidur hanya di atas tikar anyaman, bahkan belum pernah sama sekali tidur di atas hamparan yang lembut dan empuk, hingga istri-istrinya pada suatu hari mendatangi beliau mengadukan ihwal kehidupan yang memperihatinkan.
Mereka menuntut perbaikan keadaan, paling tidak sedikit di bawah kehidupan istri sahabatnya. Mendengar tuntutan ini, Rasululloh ﷺ marah dan tidak memberikan jawaban apapun hingga Alloh menurunkan firman-Nya,
يَٰٓأَيُّهَا ٱلنَّبِىُّ قُل لِّأَزْوَٰجِكَ إِن كُنتُنَّ تُرِدْنَ ٱلْحَيَوٰةَ ٱلدُّنْيَا وَزِينَتَهَا فَتَعَالَيْنَ أُمَتِّعْكُنَّ وَأُسَرِّحْكُنَّ سَرَاحًا جَمِيلًا
Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu: "Jika kamu sekalian mengingini kehidupan dunia dan perhiasannya, maka marilah supaya kuberikan kepadamu mut'ah dan aku ceraikan kamu dengan cara yang baik. (Qs. Al-Ahzab.28)
28. Tatkala istri-istri Rasulullah sama-sama sepakat menyatakan Kecemburuannya kepada beliau, dan mereka menuntut nafkah dan pakaian serta menuntut sesuatu yang tidak sanggup beliau lakukan setiap waktu, dan mereka terus sepakat melakukan tuntutan dan bersikeras dengan keinginan mereka, hingga hal ini terasa sangat memberatkan Rasulullah, sampai membuat beliau bersumpah tidak menggauli mereka sampai satu bulan lamanya.
Lalu Allah berkehendak memudahklan permasalahan ini bagi RasulNya dan mengangkat derajat istri-istrinya serta menghilangkan dari mereka segala hal yang dapat mengurangi pahala mereka.
Maka Allah menyuruh RasulNya agar memberikan pilihan kepada mereka, seraya berfirman, “Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, ‘Jika kamu sekalian menginginkan kehidupan dunia’,” maksudnya, sudah tidak ada tuntutan lain lagi bagi kalian selain itu, dan kalian memang sudah cukup rela dengan terpenuhinya dunia (harta benda) dan merasa marah kalau tidak memilikinya, maka aku sama sekali tidak mempunyai hasrat dan kebutuhan pada kalian, kalau kalian tetap seperti ini, “maka marilah supaya aku berikan kepadamu mut’ah,” sedikit dari yang aku miliki dari harta benda, “dan aku ceraikan kamu,” maksudnya, aku talak kalian “dengan cara yang baik” tanpa ada rasa marah atau rasa ingin mencela, bahkan dengan lapang dada dan hati terbuka sebelum keadaannya sampai pada batas yang tidak diinginkan.
أُمَتِّعْكُنَّ
“maka marilah supaya aku berikan kepadamu mut’ah,”
Mari sejenak kita telusuri sedikit arti dari kata "mut'ah"
Arti dari mut'ah :
- hadiah untuk istri yang telah diceraikan agar membuatnya senang,
- harta benda, termasuk perhiasan didalamnya
- mut'ah; sesuatu (uang, barang, dan sebagainya) yang diberikan suami kepada istri yang diceraikannya sebagai bekal hidup (penghibur hati) bekas istrinya
- Prof Quraish Shihab menjelaskan, bahwa mut'ah dalam pengertian bahasa adalah kenikmatan, kesenangan dan kelezatan.
- Nikah mutah, nikah kontrak, atau lebih dikenal dengan istilah kawin kontrak adalah pernikahan dalam tempo masa tertentu. Menurut Mazhab Syiah, Nabi ﷺ, Umar bin Khattab, menganggap nikah mut'ah sebagai sebuah kemungkaran. Selain itu, pelakunya diancam dengan hukum rajam, karena tidak ada bedanya dengan zina.
Dari Ar-Rabi' bin Sabrah Al-Juhani berkata, bahwa ayahnya berkata kepadanya bahwa Rasulullah saw bersabda, "Wahai manusia, dahulu aku mengizinkan kamu nikah mut'ah. Ketahuilah bahwa Allah swt telah mengharamkannya sampai hari kiamat." (HR. Muslim).
________________________________________
Refrensi :
• (Sirah Nabawiyah, Dr. Muhammad Sa'id Ramadhan Al-Buthy, hlm 94-96)
• 📚 Tafsir as-Sa'di / Syaikh Abdurrahman bin Nashir as-Sa'di, pakar tafsir abad 14 H
(Referensi: https://tafsirweb.com/7640-quran-surat-al-ahzab-ayat-28.html)
• (https://www.google.com/amp/s/kbbi.web.id/mutah.html
• (https://www.google.com/url?sa=t&source=web&rct=j&url=https://m.republika.co.id/amp/qcsv0y430&ved=2ahUKEwinofTMrK3uAhWL73MBHfk2DGMQFjATegQINRAB&usg=AOvVaw1U-gvCFY8lzBXfIqKv5B2x&cf=1)
Comments
Post a Comment