Membaca fiksi kadang tidak berguna
.
Sebagian penulis tidak merasa perlu berpikir jauh mengenai efek yang ditimbulkan dari tulisannya. Misal, tulisan mengenai anak SMA yang mengejar cinta seseorang seakan-akan orang itu sudah pasti jodoh yang digariskan Tuhan untuknya di masa depan. Tokoh itu berjuang mendapatkan perhatian sang jodoh sampai mengabaikan hal-hal lain, hingga akhirnya berhasil dan kemudian selesai. Happy ending.
Jika memang hanya itu yang ingin disampaikan penulis, maka ketika ada yang mengikuti jejak si tokoh, mengabaikan nilai dan orang tua demi mengejar idaman hati, demi berharap akhir bahagia serupa, maka membaca karya fiksi mungkin memang tidak berguna. karena memang bukan hanya sinetron remaja berseri yang bisa menimbulkan efek mengkhawatirkan.
Besarnya pengaruh karya fiksi pada pembacanya bisa dibilang sudah terbukti. Hal itu pula yang menyebabkan beberapa buku, seperti karya Pramoedya, dilarang peredarannya pada masa Orde Baru. Maka wajar jika orang tua khawatir dengan bahan bacaan kamu.
Seperti lapisan pada bawang, beberapa karya fiksi memiliki kekuatan menyimpan inti pesan yang ingin disampaikan. Lapisan tersebut digunakan agar pesan yang ingin disematkan sampai dengan cara lain, tidak ditampakkan tiba-tiba di muka melainkan menyusupkannya melalui celah-celah indra hingga membuatnya lebih berterima.
Nasihat untuk berusaha memahami perasaan mertua mungkin akan lebih dimengerti setelah membaca “Nyonya Dutta Menulis Surat” karya Divakaruni. Ketakutan sebagian perempuan atas perubahan fisiknya menjelang tua bisa jadi akan lebih mudah dipahami melalui salah satu tokoh Yetti A. KA dalam cerpen “Jeruk-Jeruk yang Mengering di Kulkas”.
Karena masing-masing pembaca, seperti penulis, memiliki hidup yang jelas tidak serupa, maka perbedaan tersebut bukan untuk diperdebatkan. Kita memang memiliki banyak perbedaan, justru karena itu hidup menjadi menarik. Salah satu cara untuk berusaha memahami perbedaan tersebut justru adalah dengan membaca karya fiksi.
Di antara perbedaan penerimaan tersebut, bisa jadi ada efek besar yang disebabkan buku yang kamu baca terhadap pola pikir atau pola hatimu. Hal itu tentu tidak perlu dikhawatirkan jika dampak yang dilihat orang tua pada dirimu setelah membaca mengarah positif. Jadi, jika kamu memang ketat dilarang membaca karya fiksi, belajar dewasalah dengan mulai mengoreksi diri sendiri.
Dan jika setelah banyak membaca sebuah karya fiksi tidak ada hentakan atau sekadar gelitikan pemikiran di kepalamu, atau bahkan justru menuntunmu melakukan pembenaran atas tindakan yang sebenarnya kekanakan, artinya kamu harus memperbanyak variasi jenis bacaan. Atau, bisa jadi membaca karya fiksi memang hal tak berguna—bagi dirimu, saat ini.
(https://basabasi.co/membaca-karya-fiksi/)
Comments
Post a Comment